Jumat, 26 Desember 2014

Sebuah Kertas Buram Darimu



Hari itu tanggal 24 Desember 2014.
Kami ujian struktur Senyawa Anorganik pukul 13.30 WIB. Setelah jam ujian selesai, saya bertanya kepada seorang sahabat,

“Gimana perasaannya ujian tadi?”, saya bertanya karena jujur ujian tersebut membuat kepala terasa berputar tak karuan.
“Kalau ingin tahu, baca ini. Ana pergi rapat dulu, Assalamu’alaikum..”, jawabnya sambil memberikan sebuah kertas buram yang diberikan saat ujian. Kemudian saya melihatnya menjauh, dan sembari membuka kertas tersebut saya kaget, bukan coretan perkalian atau pembagian yang saya dapati. Namun sebuah tulisan dengan menggunakan pensil.

Saya pun membaca tulisan tersebut:

Ya Allah...
Ana sadar usaha ana tidak maksimal,
Ana sadar ana tidak sungguh-sungguh belajar,
Ana sadar ana sering lalai,
Sekarang ana menyesal ya Rabb...

Memang benar penyesalan datang kemudian,
Dan ketika itu semangat berkobar,
Untuk ingin lebih baik dan bertekad,
Usaha lebih keras...

Tapi, itu hanya sesaat,
Apa yang salah?

Apa terlalu banyak maksiat?
Apa karena niat ini telah goyah?
Apa karena kesombongan diri?
Apa karena diri ini semakin jauh dari-Mu?

Ya Rabb, Engkau yang Maha Tahu,
Kemana diri ini berlabuh,
Ke syurga-Mu atau neraka-Mu,
Tegurlah hamba dengan cara-Mu,
Bagaimana caranya,
Bangunkan hamba dari kemalasan,
Bukakan mata hamba dari berbagai kenikmatan semu,
Sadarkanlah hamba dari koma karena kebodohan...

Ya Rabb... Bimbing hamba untuk menjadi lebih baik,
Ya Rabb... Tuntun hamba melangkah di dinuia ini,
Bismillah... Semester depan harus lebih baik!
Luruskan niat, bersungguh-sungguh!


Itulah dia, dia selalu berjuang di jalan dakwah. Saya sangat salut, dengan kesibukan dakwahnya dia bahkan tetap bisa mengejar yang lain “yang dianggapnya telah tertinggal jauh”.
Tetaplah berjuang sobat..

 
















karena engkau indah seperti bunga sakura...

"Bayi mungil yang dinantikan"



Hallo semuanya...
*Ambil nafas kemudian keluarin*
Hahaha.... Kayak mau pemanasan ya? Ya begitulah, beberapa hari ini saya cukup gelisah dikarenakan saya sudah lama tidak muncul di blog ini. Rasanya tuh sakitnya disini. Oke, ini lebay  -__-

Setelah melewati basa-basi di atas karena saya tadi bingung mau buka pake kalimat apa. Akhirnya, cukup itu saja basa-basinya. Karena sesungguhnya tak peduli panjang atau pendek yang penting rasanya. Oke, kalian baru saja membaca basa-basi yang kedua, wkwk...

Sebenarnya pemikiran ini sudah terlintas sejak dahulu kala ( serius ini lebay ). Tapi yang namanya kuliah alasan klasiknya yang spektakuler itu kan “sibuk” hehe.. Tapi kalau nggak ditulis kan sayang juga buah pemikiran ini tak tertulis disini. Serius, ini bukan basa-basi yang ketiga :|

Kali ini saya ingin membuat suatu catatan tentang salah seorang laki-laki yang saya cintai. Laki-laki yang memiliki hubungan darah dengan saya, laki-laki yang saat ini masih terlihat imut. Itulah adik saya, yang sangat saya cintai dan saya sayangi, karena Allah SWT.

Saya masih ingat saat itu saya duduk di kelas dua, tepat tanggal 10 Oktober 2002 seorang bayi laki-laki nan mungil lahir di tengah-tengah keluarga kami. Rasanya seperti mendapat hadiah yang luar biasa, ya memang hadiah luar biasa yang dikaruniakan oleh Allah SWT, yang tak bisa dibayangkan bagaimana rasanya. Subuh itu, terdengar suara yang merdu, suara yang sudah kami nantikan selama 9 bulan. Tangis kecil itu terdengar sangat jelas dari mulut mungilnya nan indah. Semua umat manusia yang berada dalam rumahpun ikut terharu dan tangispun pecah karena bayi yang lahir itu berjenis kelamin laki-laki. Tentu saja Ayah saya sontak bersorak gembira, karena bayi mungil itu adalah anak ketiganya dan anak laki-laki pertamanya.

Saya masih ingat sebelum kelahiran itu, setiap shalat berjama’ah kami selalu berdo’a agar nantinya bayi yang berada dalam kandungan Ibu saya adalah laki-laki. Bukankah Allah SWT mendengar setiap do’a hamba-Nya? Karena itulah kami tak henti-hentinya berdo’a...

Oke, sejauh ini ceritanya membosankan ya? Haha

Maklum, saya memang tidak bisa “menulis”.

Boleh lanjut ceritanya? Hehe

Waktupun berlalu, setiap hari saya menjaganya setiap pulang sekolah. Dan semakin hari dia semakin terlihat menggemaskan. Dua minggu berlalu, nama pun sudah didapatkan. Ayah saya memberi nama bayi mungil itu dengan nama ZARQANI. Nama itu diambil dari nama salah satu ahli tafsir, karena harapan Ayah adalah ingin dia menjadi salah satu ahli agama dan dekat dengan Sang Maha Kuasa.


12 tahun kemudian....
(kayak disinetron aja haha). Juli 2014, Koni (panggilan kesayangan kami) lulus di salah satu Ponpes. Alhamdulillah, itu adalah keinginannya yang ingin mendalami ilmu agama dan ingin menjadi seorang hafidz Al-Qur’an.

Alhamdulillah, kembali bersyukur kepada Allah SWT karena memudahkan koni menghafal firman-Nya. Satu semester berlalu, dan beberapa waktu lalu saya menelponnya. Saya menanyakan hafalannya.
“Sudah berapa tambahan hafalan kon?”
“1 juz Kak Ti.....” jawabnya girang. Sayapun tersenyum lebar, berarti sudah 2 juz hapalannya. Rasanya gembira memiliki seorang adik sepertinya. Kami pun bercerita panjang lebar lewat telepon saat itu, rasanya saya sudah tidak sabar ingin menemuinya. Sebentar lagi liburan semester, hehe...

Inilah fotonya (sebelah kiri). Yang sebelah kanan adlah adik saya yang paling kecil.














 

Untuk adikku Zarqani,
Kakak mencintaimu
Meskipun kita sering bertengkar
Itulah cara mengisi hari-hari masa kecil kita
Saat jauh, kakak merindukanmu
Teruslah terbang adikku
Kepakkan sayapmu
Ukirlah duniamu dengan indah
Karena waktu sangat berharga
Karena waktu tak dapat kembali
Karena waktu adalah sebuah buku kosong
Yang harus kita coret-coret
Agar suatu hari nanti
Kita dapat melihat lembaran-lembaran yang indah
Yang penuh dengan tulisan penuh warna
Yang hanya ada satu kesempatan untuk mengisinya
Jangan pernah berpaling dari-Nya
Yang telah mempertemukan kita dalam tali persaudaraan
Yang membuatmu menjadi salah satu adik-adikku...
Berjuanglah demi agama Allah SWT sayang..