{Telah pasti datangnya ketetapan
Allah, maka janganlah kamu meminta agar disegerakan (datang)nya.}
(QS. An-Nahl:1)
Jangan pernah
mendahului sesuatu yang belum pernah terjadi! Apakah Anda mau mengeluarkan
kandungan sebelum waktunya dilahikan, atau memetik buah-buahan sebelum masak? Hari
esok adalah suatu yang belum nyata dan dapat diraba, belum berwujud dan tidak
memiliki rasa dan warna. Jika demikian, mengapa kita harus menyibukkan diri
dengan hari esok, mencemaskan kesialan-kesialan yang mungkin akan terjadi
padanya, memikirkan kejadian-kejadian yang akan menimpanya, dan meramalakan
bencana-bencana yang bakal ada di dalamnya? Bukankah juga tidak tahu apakah
kita akan bertemu dengannya atau tidak, dan apakah hari esok kita itu akan
berwujud kesenangan atau kesedihan?
Yang
jelas, hari esok masih ada dalam alam gaib dan belum turun ke bumi. Maka, tidak
sepantasnya kita menyebrangi sebuah jembatan sebelum sampai di atasnya. Sebab,
siapa yang tahu bahwa kita akan sampai atau tidak pada jembatan itu. Bisa jadi
kita akan terhenti jalan kita sebelum sampai jembatan itu, atau mungkin pula
jembatan itu hanyut terbawa arus terlebih dahulu sebelum kita sampai di
atasnya. Dan bisa jadi pula, kita akan sampai pada jembatan itu dan kemudian
menyebranginya.
Dalam
syariat, memberi kesempatan kepada pikiran untuk memikirkan masa depan dan
membuka-buka alam gaib, dan kemudian terhanyut dalam kecemasan-kecemasan yang
baru diduga darinya, adalah sesuatu yang tidak dibenarkan. Pasalnya, hal itu
termasuk thulul amal (angan-angan yang terlalu jauh). Secara nalar, tindakan
itupun tidak masuk akal, karena ironis kebanyakan manusia di dunia ini justru
banyak yang termakan oleh ramalan-ramalan tentang kelaparan, kemiskinan, wabah
penyakit dan krisis ekonomi yang kabarnya akan menimpa mereka. Padahal semua
itu hanyalah bagia dari kurikulum yang diajarkan di “sekolah-sekolah setan”.
{Setan menjanjikan
(menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan
(kikir), sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia}
(QS. Al-Baqarah: 268)
Mereka
yang menagis sedih menatap masa depan adalah yang menyangka diri mereka akan
hidup kelaparan, menderita sakit selama setahun, dan memperkirakan umur dunia
ini tinggal seratus tahun lagi. Padahal, orang yang sadar bahwa usia hidupnya
berada di ‘genggaman yang lain’ tentu tidak akan menggadaikannya untuk sesuatu
yang tidak ada. Dan orang yang tidak tahu kapan akan mati, tentu salah besar
bila justru menyibukkan diri dengan sesuatu yang belum ada dan tak berwujud.
Biarkan
hari esok itu datang dengan sendirinya. Jangan pernah menanyakan kabar
beritanya, dan jangan pula pernah menanti serangan petakanya. Sebab, hari ini
Anda sudah sangat sibuk.
Jika
Anda heran, maka lebih mengherankan lagi orang-orang yang berani menebus
kesedihan suatu masa yang belum tentu matahari terbit di dalamnya dengan
bersedih pada hari ini. Oleh karena itu, hindarilah angan-angan yang
berlebihan.
Sumber: La Tahzan, Dr. ‘Aidh al-Qarni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar